Fungsi dan Peranan Bahasa
Indonesia
Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia yang kini dipakai sebagai bahasa resmi di Indonesia
berasal dari bahasa Melayu. Hal ini ditandaskan dalam Kongres
Bahasa Indonesia di Medan 1954. Pada hari
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, diresmikan suatu bahasa
nasional, yaitu bahasa Indonesia. Nama baru ini bersifat politis,
sejalan
dengan nama negara yang diidam-idamkan. Perkembangan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia tidak terjadi
dalam waktu yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan
secara
perlahan dengan perjuangan yang sangat keras. Beberapa
faktor yang memungkinkan diangkatnya bahasa Melayu menjadi
bahasa persatuan menurut Prof. Dr. Slamet Mulyana adalah
sebagai
berikut.
1. Sejarah
telah membantu penyebaran bahasa Melayu.
Bahasa Melayu merupakan
lingua franca (bahasa perhubungan / perdagangan) di Indonesia.
Malaka pada masa jayanya menjadi pusat perdagangan dan pengembangan
agama Islam. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu
disebarkan ke seluruh pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa perhubungan antar individu.
Karena bahasa Melayu itu sudah tersebar dan boleh dikatakan
sudah menjadi bahasa sebagian penduduk, Gubernur Jenderal
Rochusen kemudian menetapkan bahwa bahasa Melayu dijadikan
bahasa pengantar di sekolah untuk mendidik calon pegawai
negeri
bangsa bumi putera.
2. Bahasa
Melayu mempunyai sistem yang sangat sederhana ditinjau dari segi
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Karena sistemnya yang sederhana
itu, bahasa Melayu mudah dipelajari. Dalam bahasa ini
tidak
dikenal gradasi (tingkatan) bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa
Sunda dan Bali, atau pemakaian bahasa kasar dan bahasa halus.
3. Faktor
psikologi, yaitu bahwa suku Jawa dan Sunda telah dengan sukarela
menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, sematamata karena
didasarkan kepada keinsafan akan manfaatnya segera
ditetapkan
bahasa nasional untuk seluruh kepulauan Indonesia.
4. Bahasa
Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti luas.
PERKEMBANGAN
BAHASA INDONESIA
Untuk
mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal, terdapat
fakta-fakta historis hingga sekarang sebagai berikut.
A. Sebelum
Masa Kolonial
Bahasa
Melayu dipakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Hal ini
terbukti dengan adanya empat buah batu bertulis peninggalan kerajaan
Sriwijaya. Keempat batu bersurat itu ditemukan di Kedukan
Bukit (680),
di Talang Tuwo (dekat Palembang) (684), di Kota Kapur (Bangka
Barat) (686), di Karang Berahi (Jambi) (688). Bukti lain
ditemukan di Pulau Jawa yaitu di Kedu. Di situ ditemukan sebuah
prasasti yang terkenal bernama inskripsi Gandasuli (832) Berdasarkan
penyelidikan Dr. J.G. De Casparis dinyatakan bahwa bahasanya
adalah bahasa Melayu kuno dengan adanya dialek Melayu Ambon,
Timor, Manado, dsb.
B. Masa
Kolonial
Ketika
orang-orang barat sampai di Indonesia pada abad XVII, mereka
menghadapi suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu digunakan sebagai
bahasa resmi dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam
perdagangan. Ketika
bangsa Portugis maupun bangsa Belanda mendirikan sekolah-sekolah,
mereka terbentur dalam soal bahasa pengantar. Usaha menerapkan
bahasa Portugis dan Belanda sebagai bahasa pengantar mengalami
kegagalan. Demikian pengakuan Belanda Dancerta tahun 1631. Ia
mengatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku memakai bahasa
Melayu sebagai bahasa pengantar.
C. Masa
Pergerakan Kebangsaan
Pada waktu
timbulnya pergerakan kebangsaan terasa perlu adanya suatu bahasa
nasional, untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia.
Suatu pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua
rakyat diikutsertakan. Untuk itu, mereka mencari bahasa yang dapat dipahami dan dipakai oleh semua orang. Pada mulanya agak sulit untuk
menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa persatuan.,
tetapi mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai
suku bangsa akhirnya pada 1926 Yong Java mengakui dan memilih
bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
Dengan
adanya bermacam-macam faktor seperti tersebut di atas,
akhirnya
pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu saat berlangsungnya
Kongres
Pemuda Indonesia di Jakarta dihasilkan ikrar bersama, “Ikrar
Sumpah
Pemuda”.
1. Kami
putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu –
Tanah air
Indonesia.
2. Kami
putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa
Indonesia.
3. Kami
putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa
Indonesia.
D. Masa
Jepang dan Zaman Kemerdekaan
Setelah
Perang Dunia II, ketika tentara Jepang memasuki Indonesia,
bahasa Indonesia telah menduduki tempat yang penting dalam perkembangan
bahasa Indonesia. Usaha Jepang untuk menggunakan bahasa
Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda tidak terlaksana. Bahasa Indonesia
juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
dan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Bahasa
Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain,
bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi:
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ini berarti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36)
mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa
negara ialah bahasa Indonesia. Dengan demikian ada dua macam
kedudukan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa nasional, sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928, dan
kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai
dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Fungsi
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
1. Lambang
kebanggaan kebangsaan
2. Lambang
identitas nasional
3. Alat
perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya.
FUNGSI DAN
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar
belakang sosial budaya dan bahasanya masingmasing ke dalam
kesatuan kebangsaan Indonesia. Sebagai
lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan
kita. Atas
dasar kebangsaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan,
dan rasa kebanggaan memakainya senantiasa kita bina. Sebagai
lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping
bendera dan lambang negara kita. Bahasa Indonesia dapat memiliki
identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkannya sehingga terhindar dari unsur-unsur bahasa lain yang tidak
diperlukan. Sebagai alat
perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antar suku bangsa,
bahasa Indonesia dipakai untuk berhubungan antar suku bangsa di Indonesia
sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang
sosial, budaya, dan bahasa tidak perlu terjadi. Di samping
ketiga fungsi di atas, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat
yang memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang
memiliki latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda
ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam hubungan
ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu
mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan
identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta
latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Dengan bahasa
nasional, kita dapat meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan
daerah atau golongan.
Fungsi
Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
1. Bahasa
resmi kenegaraan
2. Bahasa
pengantar di dalam dunia pendidikan
3. Alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan
4. Alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Sebagai
bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai antara lain: di
dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, dokumen-dokumen
dan keputusan-keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan
oleh pemerintah.
Sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan.
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia bukan saja dipakai
sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat
luas, sebagai alat perhubungan antar daerah, melainkan juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang berbeda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya. Sebagai alat
pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan,
dan teknologi, bahasa Indonesia dipakai sebagai alat yang memungkinkan
kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sehingga ia
memiliki cir-iciri dan identitasnya sendiri , yang membedakannya
dari kebudayaan daerah. Berdasarkan
pemakaiannya, bahasa memiliki bermacam-macam ragam sesuai
dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungannya. Ragam bahasa pada
pokoknya terdiri atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan
terdiri atas ragam lisan baku dan ragam lisan takbaku; ragam tulis terdiri atas
ragam tulis baku dan ragam tulis takbaku. Bahasa
Indonesia baku dipakai dalam (1) Karang-mengarang, (2) pembicaraan
pada situasi formal, (3) pembicaraan di depan umum, dan (4)
pembicaraan di depan orang yang dihormati; bahasa Indonesia tidak baku dipakai
dalam situasi santai. Kedua ragam bahasa itu dapat hidup berdampingan.
Sifat Ragam
Bahasa Baku
Ragam bahasa
baku memiliki dua sifat sebagai berikut.
1.
Kemantapan dinamis: di samping memiliki kaidah dan aturan, relati
luwes atau
terbuka untuk perubahan sejalan perubahan masyarakat.
2.
Kecendekiawan: sanggup mengungkapkan proses pemikiran yang
rumit di
berbagai ilmu dan teknologi.
3. Seragam:
pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses
penyeragaman
bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah
pencarian
titik-titik keseragaman.
RAGAM BAHASA
Ejaan ialah
penggambaran bunyi bahasa dalam kaidah tulismenulis yang
distandarisasikan; yang meliputi pemakaian huruf, penulisan
huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
1. Huruf
abjad: abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf: Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo,
Pp, Qq, Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, Zz.
2. Huruf
vokal: a, e, i, o, u.
3. Huruf
konsonan: b, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.
4. Huruf
diftong: ai, au, ai.
5. Gabungan
konsonan: kh, ng, ny, sy.
Huruf
kapital dipakai sebagai berikut.
1. Huruf
pertama kata pada awal kalimat
2. Huruf
pertama petikan langsung
3. Ungkapan
yang berhubungan dengan nama Tuhan, kitab suci, termasuk
kata ganti
4. Gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5. Nama
jabatan, pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
6. Huruf
pertama unsur-unsur nama orang
7. Huruf
pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8. Huruf
pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah.
9. Huruf
pertama nama geografi.
10. Huruf
pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
serta nama dokumen resmi kecuali kata depan atau kata hubung.
11. Huruf
pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
12. Huruf
pertama nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan,
kecuali kata depan dan kata hubung yang berada di tengah kata.
13. Huruf
pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14. Huruf
pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai sebagai
sapaan.
15. Huruf
pertama kata ganti Anda.
1.
Menuliskan nama buku, majalah, koran
2.
Menuliskan istilah asing, daerah, ilmiah yang ditulis dengan ejaan
aslinya
3.
Menegaskan huruf, kata, atau frasa yang dipentingkan/dikhususkan
A. Kata
Dasar
Kata yang
berupa kata dasar ditulis terpisah (berdiri sendiri)
Contoh:
Siswa itu rajin.
B. Kata
Turunan
1. Imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh:
bergetar
tulisan
penerapan
memperhatikan.
2. Kalau
bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan unsur yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh:
bertumpang tindih
mengambil
alih
3. Kalau
bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan
akhiran, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh:
menggaris bawahi
f pertanggung jawaban
4. Kalau
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai (a, antar, catur, maha, mono,
multi, pra, pasca, semi ,dsb.)
Contoh:
amoral, antar negara, caturwarga, mahasiswa, multiguna,
prasejarah, pascasarjana, semifinal. Bila bentuk
terikat tersebut diikuti oleh kata yang di dahului oleh huruf
kapital, di antara kedua unsur itu diberi tanda hubung.
Contoh:
non-Indonesia
C. Bentuk
Ulang
Bentuk ulang
ditulis dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh:
buku-buku gerak-gerik
D. Gabungan
Kata
1. Gabungan
kata / kata majemuk ditulis terpisah
Contoh:
orang tua
Rumahsakit
2. Gabungan
kata yang mungkin menimbulkan makna ganda, diberi tanda
hubung.
Contoh:
anak-istri ( anak dan istri)
buku
-sejarah baru (buku sejarah yang baru)
buku
sejarah- baru (sejarahnya baru)
3. Gabungan
kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kesatuan
ditulis
serangkai
Contoh:
halalbihalal, manakala, barangkali, olahraga, kacamata,
darmasiswa,apabila,padahal,matahari,
dukaci,t a
manasuka,
kilometer,bilamana , daripada, peribahasa,
segitiga,
sukacita, saputangan,
E. Kata
Ganti
Kata ganti
ku, mu, nya, kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya
atau mendahuluinya., kecuali pada Mu dan Nya yang mengacu pada Tuhan harus
ditulis dengan huruf kapital dan diberi tanda
hubung (-).
Contoh:
Nasihat orang tua harus kauperhatikan
Anakku,
anakmu, dan anaknya sudah menjadi anggota
perkumpulan
itu.
O, Tuhan
kepada-Mulah hamba meminta pertolongan.
F. Kata
Depan
Kata depan
di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali yang
sudah dianggap sebagai satu kesatuan seperti kepada dan daripada.
Contoh: Di
mana ada gula, di situ ada semut.
Pencuri itu
keluar dari pintu belakang.
Mahasiswa
itu akan berangkat ke luar negeri.
G. Kata
Sandang
Kata si ,
sang, hang, dang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Muhammad Ali dijuluki petinju “si Mulut Besar”.
H. Partikel
1. Partikel
lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh:
Pergilah sekarang!
2. Partikel
pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Jika
engkau pergi, aku pun akan pergi.
Kata-kata
yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti andaipun,
ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun,
sekalipun.
3. Partikel
per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, ‘tiap’ ditulis terpisah.
Contoh:
Harga BBM naik per ! April.
Mereka masuk
satu per satu.
Harga kertas
Rp 25.000,00 per rim.
I. Singkatan
dan Akronim
1. a..
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan jabatan atau pangkat
diikuti tanda titik.
Contoh: Suman Hs..
Muh. Yamin,
S.H. (Sarjana Hukum)
M.B.A.
(Master of Business Administrtion)
M.Sc.
(Master of Science)
Bpk. (Bapak)
Sdr.
(saudara)
b. Singkatan
nama resmi lembaga emp erintah dan ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri
atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapitan dan
tidak diikuti tanda titik.
Contoh: DPR
GBHN KTP PT
c. Singkatan
yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Contoh: dll.
hlm. sda. Yth.
d. Lambang
kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Contoh: Cu , cm, kg, Rp
2. a.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Contoh: ABRI
LAN IKIP SIM
b. Akronim
nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal
huruf kapital.
Contoh:
Akabri Bappenas Iwapi Kowani
c. Akronim
yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Contoh: pemilu, rapim,
tilang.
J. Angka dan
Lambang Bilangan
1. Penulisan
kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Contoh:
a. Abad XX
dikenal sebagai abad teknologi.
b. Abad
ke-20 dikenal sebagai abad teknologi.
c. Abad
kedua puluh dikenal sebagai abad teknologi.
2. Lambang
bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut.
Contoh:
a. Ada
sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima dperguruan
tinggi itu.
b. Kendaraan
yang beroperasi di Bandung terdiri atas 1.000 beca angkot, 100
metro mini, dan 100 bus kota.
3. Lambang
bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga yang tidak dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata tidak terdapat di awal kalimat.
Contoh:
a. Dua puluh
mahasiswa mendapat beasiswa dari perusahaan itu.
b. #150
orang pegawai mendapat pneghargaan dari pemerintah.(salah)
c. Sebanyak
150 orang pegawai mendapat penghargaan pemerintah.
Definisi
istilah : Kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan
makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang
tertentu. Khusus dalam
bidang peristilahan yang menyangkut 39 bidang ilmu,
Majelis Bhs Ind-Malaysia tengah berusaha membakukan berbagai istilah
bidang ilmu bagi kepentingan dua negara. Majelis BI-M didirikan pada tanggal
23 Mei 1972 dan mengadakan sidang secara bergantian di dua negara.
Di setiap bidang ilmu ada kurang lebih 500-1000 istilah. Penciptaan
istilah itu dilakukan oleh ahli ilmu pengetahuan masing– masing,
kemudian oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam koalisi istilah itu
disesuaikan dengan pedoman pembentukan istilah.
Beberapa
sumber bahasa yang dapat dijadikan sumber istilah :
1. Bahasa
Indonesia / Melayu
1.1 Kata
yang paling tepat mengungkapkan makna konsep, proses,
dan keadaan.
- bea =>
pajak barang masuk dan barang keluar
- cukai
=> pajak hasil perusahaan atau industri
- pajak
=> iuran wajib dari rakyat sebagai sumbangan kepada
negara.
Pajak
kekayaan, tontonan, PBB, dll
PEMBENTUKAN
ISTILAH DAN PENULISAN UNSUR SERAPAN
1.2 Kata
yang paling singkat daripada kata lain yang berujukan sama
- gulma
=> tumbuhan pengganggu
- suaka
=> perlindungan
- kosa =>
perbendaharaan
1.3 Kata
yang bernilai rasa baik dan sedap didengar
- pramuniaga
=> pelayan toko besar
- pembantu
=> babu/jongos
- karyawan
=> pekerja / buruh
- pemandu /
pramuwisata => penunjuk jalan
2. Bahasa –
bahasa daerah serumpun
Bahasa
Indonesia masih kekurangan kata–kata yang bernilai rasa atau
kata–kata efektif yang melambangkan curahan hati masyarakat. Di antara
kata–kata rasa yang sudah sering digunakan dalam pemakaian bahasa
Indonesia sekarang,
-
sempoyongan => terhuyung –huyung seperti hendak jatuh
- bertele –
tele => berbicara tidak jelas ujung pangkalnya
- bobrok
=> rusak sama sekali (bangunan/akhlak)
- nyeri
=> sakit pada salah satu bagian tubuh
- langka
=> susah didapat
- lugas
=> apa adanya (zakelijk)
- tuntas
=> selesai sepenuhnya
- pesangon
=> uang untuk karyawan yang diberhentikan
3. Bahasa
asing
Pemakaian
istilah asing dapat dilakukan apabila memenuhi syarat sbb:
3.1 Istilah
asing yang dipilih lebih cocok karena konotasinya atau lebih
bermakna tepat jika dibandingkan dengan persediaan kata yang ada
- konfirmasi
=> penegasan atau pengesahan
- amatir
=> tanpa bayaran
- logis
=> masuk akal
- insentif
=> pendorong / perangsang
- spontan
=> tanpa diminta – minta / dengan sendirinya
3.2 Istilah
asing yang dipilih lebih singkat bila dibandingkan dengan terjemahannya
- dokumen
=> surat – surat penting yg menjadi bukti
- akulturasi
=> perpaduan unsur kebudayaan yang satu dengan yang lain
hingga menimbulkan kebudayaan yang baru.
- Urbanisasi
- etiket
=> cara kesopanan yang dilazimkan Kadang –
kadang terdapat istilah yang diizinkan dipakai dalam bahasa asing
dan bahasa Indonesia.
i. manajer =
pengelola
ii.
manajemen = pengelolaan
iii. relatif
= nisbi
iv.
temperatur = suhu
v.
klasifikasi = penggolongan
vi.
kreativitas = daya cipta
vii. sektor
= bidang
viii.
sirkulasi = peredaran
ix.
realisasi = pelaksanaan
Cara
pemasukan istilah asing dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Melalui
penerimaan secara utuh
Diterima
sebagaimana adanya dalam bahasa asalnya. Cara ini ditempuh
jika istilah atau ucapan itu dianggap bersifat internasional atau jika
orang belum menemukan padanannya dalam bahasa Indonesia,
antara lain
x. de jure
=> menurut hukum
xi. de fakto
=> menurut kenyataan
xii. doctor
honoris causa => doktor kehormatan
xiii. cum
laude => dengan pujian
2. Melalui
terjemahan
Dalam
menerjemahkan istilah asing yang penting ialah kesamaan makna
konteks, bukan makna harfiahnya. Karena itu terjemahan tidak menghasilkan
bentuk berimbang satu lawan satu. Namun kategori gramatikalnya
diperhatikan juga kata benda=kata benda pula.
xiv. brain
storming => sumbang saran
xv. up to
date => mutakhir
xvi. overlap
=> tumpang tindih
xvii.
bilateral => dua pihak
xviii.
feedback => umpan balik
Bahasa
Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah
3. Melalui
adaptasi : penyesuaian ejaan / sistem bunyi bahasa Indonesia
-
integration => integrasi
- research
=> riset
- university
=> universitas
A. Tanda
titik dipakai :
1. pada
akhir kalimat;
2. pada
singkatan nama orang;
3. pada
akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan;
4. pada
singkatan atau ungkapan yang sangat umum;
5. di
belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, dan daftar;
6. untuk
memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu;
7. untuk
memisahkan angka jam, menit, detik yang menunjukan jangka
waktu;
B. Tanda
titik tidak dipakai :
1. untuk
memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang tidak menunjukkan
jumlah ;
2. dalam
singkatan yang terdiri atas huruf–huruf awal kata atau suku kata, atau
gabungan keduanya, yang terdapat di dalam nama badan
pemerintah, lembaga–lembaga nasional atau internasional,
atau yang
terdapat di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
3. di
belakang alat pengirim dan tanggal surat, atau nama dan alamat penerima
surat.
C, Tanda
koma dipakai :
1. di antara
unsur–unsur dalam suatu perincian dan pembilangan
2. untuk
memisahkan kalimat setara;
3. untuk
memisahkan anak kalimat dari induk kalimat;
4. di
belakang kata seru yang terdapat pada awal kalimat;
5. di
belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat
pada awal kalimat;
6. untuk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain;
7. di antara
unsur-unsur alamat yang ditulis berurutan;
8. untuk
menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya;
9. di antara
nama orang dan gelar akademik;
10. di muka
angka persepuluhan;
11. untuk
mengapit keterangan tambahan, atau keterangan aposisi.
D. Tanda
titik koma dipakai :
1. untuk
memisahkan bagian–bagian kalimat yang sejenis dan setara;
2. untuk
memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai
pengganti kata penghubung.
E. Tanda
titik dua dipakai :
1. pada
akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian;
2. sesudah
kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian;
3. dalam
teks drama sesudah kata yang menunjukan pelaku dalam percakapan
4. kalau
rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan;
5. di antara
jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab
– kitab suci, atau di antara judul dan anak judul suatu karangan
(karangn Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup :
Sebuah
Studi, sudah terbit).
F. Tanda
hubung (-) dipakai :
1. untuk
menyambung suku–suku kata dasar yang terpisah karena pergantian
baris;
2. untuk
menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya;
3.
menyambung unsur–unsur kata ulang;
4.
menyambung huruf kata yang dieja;
5. untuk
memperjelas hubungan bagian–bagian ungkapan;
6. untuk
merangkaikan se- dengan angka, angka dengan –an, singkatan
huruf besar dengan imbuhan atau kata;
7. untuk
merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
G. Tanda
pisah (--) dipakai :
1. untuk
membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi pelajaran(kemerdekaan
bangsa itu – saya yakin akan tercapai – diperjuangkan
oleh
2. untuk
menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas (Rangkaian penemuan ini – evolusi,
teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom – telah mengubah
konsepsi kita tentang alam semesta).
3. di antara
dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai dengan’ atau di
antara nama dua kota yang berarti ‘ke’ atau sampai (1945 – 1950
:Bandung – Jakarta).
H. Tanda
elipsis (. . .) dipakai :
1. untuk
menggambarkan kalimat yang terputus : Misalnya : Kalau begitu … ya,
marilah kita berangkat.
2. untuk
menunjukan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan
:
Misalnya :
Sebab-sebab kemerosotan . . . akan diteliti lebih lanjut.
I. Tanda
petik (‘. . .’) dipakai :
1. mengapit
petikan langsung;
2. mengapit
judul syair, karangan, dan bab buku apabila dipakai dalam
kalimat;
3. mengapit
istilah ilmiah yang masih kurang dikenal.
J. Tanda
petik tunggal (‘…’) dipakai :
1. mengapit
petikan yang tersusun di dalam petikan petikan lain,
misalnya : Tanya basri,
“Kaudengar bunyi ‘kring – kring tadi’?
2. mengapit
terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing,
misalnya : rate of inflation
‘laju inflasi’.
K. Tanda
garis miring (/) dipakai :
1. dalam
penomoran kode surat,
misalnya :
No. 7/ PK/ 1983 ;
2. sebagai
pengganti kata dan, atau, per atau nomor alamat,
misalnya: mahasiswa /
mahasiswi, hanya Rp 30,00 / lembar, Jalan Banteng V / 6.
L. Tanda
penyingkat atau apostrop (‘) dipakai :
Menunjukkan
penghilangan bagian kata,
Misalnya :
Amin ‘kan kusurati (‘kan =akan) Malam ‘lah tiba (‘lah=telah).
Bahasa
Indonesia dikenal sebagai bahasa aglutinatif. Artinya,
kata dalam
bahasa Indonesia bisa ditempeli dengan bentuk lain, yaitu
imbuhan.
Imbuhan mengubah bentuk dan makna bentuk dasar yang
dilekati
imbuhan itu. Karena sifatnya itulah, imbuhan memiliki peran
yang sangat
penting dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan
demikian,
sudah selayaknyalah, sebagai pemakainya, kita memiliki
pengetahuan
mengenai hal ini.
Dalam bahasa
Indonesia, imbuhan terdiri atas awalan, sisipan,
akhiran, dan
gabungan awalan dengan akhiran yang disebut konfiks dan
gabungan
afiks dalam ilmu bahasa. Awalan yang terdapat di dalam
bahasa
Indonesia terdiri atas me(N)-, be(R)-, di-, te(R), -pe(N)-, pe(R)-,
ke-, dan
se-, sedangkan sisipan terdiri atas -el-, -em-, dan -er-; akhiran
terdiri atas
-kan, -i, dan -an; konfiks dan gabungan afiks terdiri atas
gabungan
awalan dengan akhiran. Awalan dan akhiran masih sangat
produktif
digunakan, sedangkan sisipan tidak produktif. Walaupun
demikian,
semua imbuhan termasuk sisipan di dalamnya, apabil a
diperlukan,
masih dapat kita manfaatkan, misalnya, dalam penciptaan
kosakata baru
atau dalam penerjemahan atau penyepadanan istilah asing.